Artur Noija: Dasar Hukumnya Dari Olah TKP

    Artur Noija: Dasar Hukumnya Dari Olah TKP

    OPINI - Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa, pengertian penyelidikan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    kita bisa mengetahui bahwa dalam proses penyelidikan, belum tentu ada tindak pidana yang dilakukan.Lain halnya dengan penyidikan. Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

    Artinya, dalam proses penyidikan sudah ditemukan suatu tindak pidana, namun tindak pidana tersebut perlu dibuat terang lagi dengan cara dicari atau dikumpulkannya bukti-bukti.

    Mengenai adakah kaitannya olah TKP dengan penyelidikan, maka kita mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana(“Perkapolri 14/2012”).

    Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Perkapolri 14/2012, kegiatan penyelidikan meliputi:pengolahan TKP;pengamatan (observasi);wawancara (interview);pembuntutan (surveillance);penyamaran (under cover);pelacakan (tracking); danpenelitian dan analisis dokumen

    Dari sini bisa kita ketahui bahwa salah satu kegiatan penyelidikan adalah pengolahan TKP.

    Adapun kegiatan-kegiatan dalam pengolahan TKP itu meliputi (Pasal 24 huruf a Perkapolri 14/2012):

    mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya;mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti; danmemperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi;

    Ketentuan lain yang mengatur tentang Pengolahan TKP adalah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (“Perkapolri 6/2010”) yang kami akses dari laman resmi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Dari peraturan ini diketahui bahwa pihak yang berwenang melakukan pengolahan TKP bukan hanya Polri melainkan juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

    Dalam rangka pengolahan TKP, tindakan yang dilakukan oleh PPNS sebagai berikut [Pasal 20 ayat (1) Perkapolri 6/2010]:

    a.mencari keterangan, petunjuk, barang bukti serta identitas tersangka dan korban maupun saksi untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya; dan

    b.pencarian, pengambilan, pengumpulan, dan pengamanan barang bukti, yang dilakukan dengan metode tertentu atau bantuan teknis penyidikan seperti laboratorium forensik, identifikasi, kedokteran forensik, dan bidang ahli lainnya.

    Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat (2) Perkapolri 6/2010 dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PPNS dalam pengolahan TKP dituangkan dalam berita acara pemeriksaan di TKP.

    contoh :kami akan menjelaskan mengenai pengolahan TKP untuk tidak pidana tertentu, yakni Tindak Pidana Pertambangan (Illegal Mining).

    Dalam sebuah Petunjuk Lapangan Juklap Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Tertentu, yakni Penanganan Tindak Pidana Pertambangan (Illegal Mining)yang kami akses dari laman resmi Humas Polri, dikatakan bahwa pengolahan TKP dilakukan oleh team olah TKP (Penyidik Polri, Badan Planologi, BPN, Dinas Pertambangan Kabupaten/Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Propinsi), dengan disaksikan oleh orang yang berada di TKP khususnya orang yang melakukan kegiatan pertambangan ilegal.

    Tindakan pengamanan di TKP dilakukan dengan menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) dengan membuat batas/tanda garis polisi (police line) di TKP bila lokasi memungkinkan.Atau membuat tanda patok batas TKP yang didasari hasil pengambilan titik-titik koordinat (hal. 16).

    Selain itu, dalam Juklap tersebut juga disebutkan mengenai tahapan tindakan penanganan di TKP, antara lain: melakukan pemotretan dengan maksud untuk mengabadikan situasi TKP termasuk keberadaan saksi-saksi, kegiatan/aktivitas pertambangan dan barang bukti yang berada di TKP dan untuk memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP serta untuk membantu melengkapi kekurangan-kekurangan dalam pengolahan TKP termasuk kekurangan-kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan sketsa, obyek pemotretan TKP secara keseluruhan dan berbagai sudut, detail atau close-up terhadap setiap obyek yang diperlukan untuk penyidikan; dan pembuatan sketsa TKP. 

    Sketsa dibuat dengan maksud untuk menggambarkan TKP seteliti mungkin dan sebagai bahan untuk menggambarkan kondisi TKP pada saat dilakukan olah TKP (hal. 16-17).

    Dasar hukum :

    1.Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

    2.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia.

    3.Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

    4.Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

    Arthur Noija SH

    Ketua Lembaga Peduli Nusantara (LPN)

    Jakarta, 22 Agustus 2021

    tangerang banten
    Sopiyan Hadi

    Sopiyan Hadi

    Artikel Sebelumnya

    Dubes RI Usulkan Perbaikan Tata Kelola Pengiriman...

    Artikel Berikutnya

    Cara Ampuh Menyelesaikan Masalah, Bhabinkamtibmas...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Kunjungan Kerja Kepala Keuangan Kodam Iskandar Muda ke Korem 012/TU
    Dukung Asta Cita Presiden RI, Panglima TNI Tinjau Program Ketahanan Pangan Kodam IV/ Diponegoro
    Berikut Pentingnya Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Dalam Mendorong Investasi di Banten
    Dansat Brimob Polda Banten Ikuti Program Beyond Trust Presisi Triwulan IV
    Hendri Kampai: Indonesia Hanya Butuh Pemimpin Jujur yang Berani

    Ikuti Kami