TANGERANG - Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa, belakangan ini marak terjadi pernikahan siri yang dilakukan oleh suami secara diam-diam atau tanpa persetujuan si istri.
Biasanya, tanpa di duga, si suami ingin menceraikan si istri dengan alasan telah melakukan pernikahan siri dengan wanita lain. Padalah secara hukum, apabila seorang suami ingin melakukan poligami atau beristri lebih dari satu, maka ia wajib meminta persetujuan si istri terlebih dahulu.
Akibat hukum atas perkawinan kedua yang dilakukan suami tanpa izin dari istri pertama adalah cacat hukum sehingga mengakibatkan batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada. Hal ini berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:
Pasal 4 ayat (1) UU Perkawinan: “Dalam hal suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan daearh tempat tinggalnya.“
Pasal 5 UU Perkawinan: (1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Memiliki Istri Lebih dari Satu Harus Memperoleh Izin PengadilanPasal 55 Kompilasi Hukum Islam: (1) Beristri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat istri. (2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istrI-istri dan anak-anaknya. (3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri dari seorang.
Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam:1.Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :a. adanya pesetujuan istri.b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Tindakan Hukum Jika Suami Menikah Tanpa Izin IstriJika suami melakukan pernikahan tanpa persetujuan istri pertama, maka istri dapat melaporkan tindakan suami ke aparat hukum yang berwenang berdasarkan Pasal 279 KUHP, yang berbunyi: “(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: 1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; 2.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu. (2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Suatu syarat supaya orang dapat dihhukum menurut pasal ini adalah orang itu harus mengetahui nahwa ia dulu pernah kawin dan perkawinan (nikah) itu masih beum dilepaskan.
Menurut Pasal 199 KUHPerdata, perkawinan dapat lepas jika:
karena mati;karena seseorang meninggalkannya selama 10 tahun dan diikuti dengan perkawinan salah seorang itu dengan orang lain; karena ada vonis perceraian oleh hakim; dan karena terjadi perceraian sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan, KUHPerdata, dan KHI.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawanan menganut asas monogami sebagai tertera pada Pasal 3 UU Perkawinan tersebut. Dan menurut Pasal 4 dan 5 UU Perkawinan, seorang suami hanya dapat beristri lebih dari seorang bila diizinkan oleh Pengadilan Agama. Izin termaksud hanya dapat diberikan dalam keadaan dan bila dipenuhi syarat-syarat tercantum dalam pasal-pasal ini, salah satunya persetujuan istri sebelumnya.
Dengan demikian, terhadap seorang suami yang tidak ada izin beristri lebih dari seorang, berlaku pula asas monogami seperti yang terdapat pada Pasal 27 BW.
Oleh sebab itu, Pasal 284 (1)a KUHP berlaku pula terhadap para suami beristri lebih dari seorang tanpa izin dari Pengadilan Agama, cq persetujuan istri. Oleh sebab itu, suami dalam kasus tersebut bisa dikenai Pasal 284 KUHP tentang Zina, yaitu:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya.
Baca juga:
Apa Itu Vaksin Covid 19
|
Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan menyatakan:
Bahwa perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang suami dengan perempuan lain sedangkan suami tersebut tidak mendapatkan izin isteri untuk melangsungkan perkawinan lagi, maka Pasal 279 KUHPidana dapat diterapkan.
Pasal 279 KUHP berbunyi sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
1.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Arthur Noija SH
Ketua Lembaga Peduli Nusantara (LPN)
Jakarta, 21 Agustus 2021