JAKARTA, - Hingga 9 Agustus 2024, realisasi penyerapan pupuk bersubsidi sebanyak 4, 3 juta ton atau 41, 95?ri alokasi 9, 55 juta ton. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menilai serapan masih tergolong rendah dan dan berpotensi mengakibatkan tidak tercapainya target Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.
Yeka mengatakan rendahnya realisasi serapan ini disebabkan oleh lambatnya kepala daerah dalam menerbitkan SK alokasi penerima pupuk bersubsidi sesuai penetapan alokasi baru.
Baca juga:
Tony Rosyid: Kebangkitan PKI Itu Keniscayaan
|
“Penyebaran informasi tentang penambahan alokasi pupuk bersubsidi 9, 55 juta ton baru direspons oleh petani di bulan Juni 2024, ” ujarnya dalam Rapat Evaluasi Perkembangan Penyerapan Pupuk Bersubsidi, Selasa (27/8/2024) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Selain itu, penyebab lain masih rendahnya penyerapan pupuk bersubsidi adalah adanya kebimbangan dan kekhawatiran dari distributor dan kios pupuk bersubsidi lantaran tingginya angka koreksi yang meningkat signifikan dari tahun 2023. Yeka mengatakan, koreksi tahun 2023 sebanyak 4.000 ton.
Sedangkan untuk periode Januari hingga Juni 2024 sudah mencapai 19.000 ton. Angka ini akan terus bertambah apabila juknis penyaluran pupuk bersubsidi tidak diubah.Ombudsman juga menemukan bahwa masih tingginya jumlah petani yang tidak melakukan penebusan pupuk bersubsidi.
“Berdasarkan audit data penerima pupuk bersubsidi oleh Ombudsman dan Kementerian Pertanian, terdapat sekitar 954.000 petani penerima pupuk bersubsidi, tidak pernah melakukan penebusan dalam tiga tahun terakhir, ” ungkap Yeka.
Ombudsman menilai, jika kinerja penyaluran pupuk bersubsidi masih rendah seperti ini, akan berimbas terhadap pencapaian target produksi pangan oleh pemerintah.Yeka menegaskan, pemerintah masih memiliki sisa waktu empat bulan untuk meningkatkan penyaluran pupuk bersubsidi. Namun di sisi lain perlu adanya streamlining atas hambatan verifikasi yang selama ini menjadi kendala dalam angka serapan penebusan pupuk bersubsidi.
“Salah satunya dengan perubahan juknis dan penggantian 954.000 petani yang tidak menebus dalam 3 tahun terakhir ini, ” ucap Yeka.
Yeka menjelaskan, perubahan juknis penyaluran pupuk bersubsidi yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan kemudahan bagi petani untuk mengakses pupuk bersubsidi. KTP dapat menjadi alat sah dalam penebusan pupuk bersubsidi, sehingga konsekuensinya tidak diperlukan lagi petani melakukan tanda tangan digital.
Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia, terdapat sekitar 1.200 ton pupuk bersubsidi yang sudah disalurkan, namun tidak lolos tahapan verifikasi dan validasi akibat tanda tangan yang tidak sama dengan KTP.
Selain itu Ombudsman juga telah lama mendorong agar petani dapat mewakilkan penebusan pupuk bersubsidi kepada kelompok tani atau keluarga dengan bukti penebusan yang jelas. Sementara itu, surat kuasa kepada perwakilan kelompok tani dibuat sesederhana mungkin dan tanpa biaya tambahan.
“Ombudsman menangkap aspirasi para petani, pemilik kios, dan tim verifikasi dan evaluasi. Mereka berharap agar setiap langkah yang diambil dalam proses ini tetap sederhana dan mudah dipahami, tetapi tidak mengabaikan pentingnya tertib administrasi, ” tutup Yeka.
Sumber: Ombudsman RI